JAKARTA — Polres Metro Bandara Soetta telah mengungkap jaringan yang terlibat dalam produksi film P+rn+ yang melibatkan anak di bawah umur. Setelah melakukan penyelidikan, polisi berhasil menangkap 5 (lima) orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Dari hasil penelusuran dan penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik, kami berhasil menangkap 5 pelaku,” kata Wakapolrestro Bandara Soetta, AKBP Ronald Fredi Christian Sipayung, dalam konferensi pers di kantornya pada Sabtu (24/2/2024).
Ronald menjelaskan bahwa awalnya polisi menangkap 1 (satu) pelaku bernama HS yang berperan sebagai pencari korban anak-anak untuk dilibatkan dalam pembuatan Film P+rn+. Kemudian, 4 (empat) pelaku lainnya berhasil ditangkap setelah dilakukan pengembangan.
“Dari hasil pengembangan terhadap 1 (satu) pelaku (HS), kemudian dilakukan penelusuran sehingga kemudian penyidik melakukan penangkapan terhadap 4 (empat) pelaku lainnya berinisial MA, AH, KR dan NZ,” ungkap Ronald.
Menurut Ronald, tersangka HS bertugas untuk mencari anak-anak yang akan dijadikan sebagai pemeran dalam film P+rn+. Anak-anak ini kemudian dipaksa untuk melakukan hubungan s+ks+al yang direkam dalam video.
“Pelaku memiliki peran untuk mencari dan menemukan anak-anak yang mau dijadikan pemeran dan dijadikan objek dalam kegiatan s+ks+al yang kemudian direkam, lalu kemudian divideokan, kemudian difoto,” jelasnya.
Selain itu, mereka juga menjual konten P+rn+ anak ini melalui media sosial Telegram.
Ronald menegaskan bahwa pengungkapan kasus ini dimulai dari kerja sama antara Kepolisian Republik Indonesia dan FBI. Dari informasi yang diperoleh, terdapat anak-anak Indonesia yang menjadi objek dalam pembuatan konten pornografi.
“Kasus ini diawali dari adanya informasi yang diterima oleh Kepolisian Indonesia khususnya Polda Metro Jaya dan Bapak Kapolres dari satgas pencegahan kekerasan s+ks+al anak di Amerika yang dalam hal ini dikenal dengan Violence Crime Against Children Task Force,” papar Ronald.
“Ini adalah satgas atau gugus tugas yang berkomitmen untuk melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan seksual, itu berkedudukan di Amerika dan merupakan satgas di bawah FBI yang kemudian memberikan informasi kepada Bapak Kapolres tentang adanya video atau konten pornografi yang diduga orang-orang yang terlibat di dalam video itu adalah anak-anak Indonesia,” tuturnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polrestro Bandara Soetta, Kompol Z Reza Pahlevi, menjelaskan bahwa konten P+rn+ dijual dengan harga beragam sesuai durasinya. Harga yang ditetapkan juga berbeda antara transaksi dengan mata uang dolar Amerika dan rupiah Indonesia.
“Pelaku menjualnya dengan harga mulai dari USD 50-100 untuk satu video dengan durasi 1-2 menit. Untuk transaksi yang dilakukan di Indonesia, harganya berkisar antara Rp 100-300 ribu,” ungkap Reza.
Reza juga menyatakan bahwa berdasarkan harga yang ditetapkan dalam penjualan video P+rn+ tersebut, para pelaku memperoleh keuntungan hingga ratusan juta rupiah. ***
(Red)