GESER UNTUK BACA BERITA
HUKRIMKEPRI

Empat Tersangka Kasus Scoopy Dompak Berdamai, Korban Maafkan Pelaku

×

Empat Tersangka Kasus Scoopy Dompak Berdamai, Korban Maafkan Pelaku

Sebarkan artikel ini
Empat Tersangka Kasus Scoopy Dompak Berdamai, Korban Maafkan Pelaku
Empat Tersangka Kasus Scoopy Dompak Berdamai, Korban Maafkan Pelaku. (Foto : Ist)

TANJUNGPINANG – Empat tersangka kasus penadahan sepeda motor hasil curian di kawasan Jembatan Dompak, Tanjungpinang, akhirnya berdamai dengan korban setelah difasilitasi oleh Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri). Kasus ini resmi dihentikan penuntutannya melalui pendekatan Restorative Justice (RJ), Senin (10/11/2025).

Kepala Kejati (Kajati) Kepri, Jehezkiel Devy Sudarso, didampingi Wakajati Kepri serta jajaran bidang pidana umum (Pidum), memimpin langsung ekspose permohonan penghentian penuntutan di hadapan Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejagung RI, Dr. Undang Magopal. Kegiatan dilakukan secara virtual dan diikuti oleh Kajari Tanjungpinang, Rahmad Surya Lubis, beserta jajarannya.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Kasus ini bermula pada 23 Desember 2024, saat dua pelaku pencurian, Ahmad Andrean dan Galih Fuji, mengambil satu unit sepeda motor Honda Scoopy warna biru milik Bungsu Rianto. Motor tersebut kemudian diubah warnanya menjadi hijau-putih untuk mengelabui pemilik dan pihak berwajib.

Kedua pelaku lalu meminta bantuan Eka Mulyaratiwi agar motor itu bisa dijual. Dari sana, rantai transaksi pun berlanjut, Eka menghubungi Punia Manurung, yang kemudian mengajak Zulkarnain Harahap dan Devyroyda Hutapea untuk membantu menjual dan membeli kendaraan tersebut dengan harga Rp2,8 juta. Hasil penjualan dibagi sesuai peran masing-masing pelaku.

Setelah dilakukan pemeriksaan, Kejari Tanjungpinang mengusulkan agar perkara ini diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice. Usulan itu kemudian disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) karena telah memenuhi seluruh syarat yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022.

Pertimbangan utamanya antara lain adanya perdamaian antara korban dan pelaku, pengakuan kesalahan, serta fakta bahwa keempat tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana. Korban juga telah menerima kembali kerugian dan menyatakan memaafkan perbuatan para pelaku.

Kajati Kepri, Jehezkiel Devy Sudarso, menegaskan bahwa penghentian penuntutan ini bukan bentuk kelonggaran, melainkan wujud nyata penegakan hukum yang berkeadilan dan berempati.

“Berhasilnya penyelesaian perkara melalui pendekatan Restorative Justice ini bukti nyata komitmen Kejati Kepri dalam menghadirkan hukum yang humanis. Keadilan tidak selalu harus berakhir di balik jeruji besi,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa penerapan RJ tidak boleh dimaknai sebagai bentuk pengampunan bagi pelaku untuk mengulangi kesalahan. “Restorative Justice justru menegaskan tanggung jawab sosial dan moral pelaku kepada korban serta masyarakat,” tambahnya.

Dengan disahkannya perdamaian ini, Kejari Tanjungpinang segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan prinsip Restorative Justice, demi memberikan kepastian dan kemanfaatan hukum bagi para pihak. ***