KOTA BEKASI – Proses pengadaan jasa satuan pengamanan (Satpam) di lingkungan Perumda Tirta Patriot Kota Bekasi tengah menuai sorotan tajam. Proyek bernilai Rp244 juta itu diduga kuat melibatkan praktik kolusi antara Direktur Utama perusahaan pelat merah tersebut dengan seorang oknum polisi aktif.
Yang lebih mengejutkan, proyek tersebut disebut berjalan tanpa melalui mekanisme lelang terbuka sebagaimana diatur dalam ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Kita gali informasi tetapi tidak menemukan kegiatan ini dilelangkan. Bisa jadi ada dugaan kuat penunjukan langsung oleh Dirut,” ujar Budi, Sekretaris DPP Lembaga Sosial Pemuda Nusantara, Rabu (5/11/2025).
Budi menegaskan, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018, setiap proyek dengan nilai di atas Rp200 juta wajib dilakukan melalui mekanisme kompetisi, seperti lelang atau tender terbuka.
“Pengadaan langsung hanya diperbolehkan untuk nilai maksimal Rp200 juta. Kalau nilainya Rp244 juta dan dilakukan tanpa lelang, itu jelas menyalahi aturan,” tegasnya.
Praktik pengadaan tanpa lelang pada proyek senilai Rp244 juta ini dinilai bertentangan dengan prinsip transparansi, efisiensi, efektivitas, dan persaingan sehat yang menjadi dasar regulasi pengadaan barang/jasa.
Meski BUMD memiliki keleluasaan dalam pedoman internal, kata Budi, aturan pelaksanaannya tetap harus mengacu pada prinsip akuntabilitas publik, terutama jika bersumber dari anggaran daerah.
“Direksi BUMD wajib menjaga tata kelola yang bersih dan transparan, apalagi ini menyangkut dana publik,” tambahnya.
Selain persoalan prosedur, muncul pula dugaan penggelembungan anggaran (mark-up) dan pemotongan upah tenaga keamanan.
Berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek, upah Satpam seharusnya mengikuti standar Upah Minimum Regional (UMR) Kota Bekasi serta mencakup jaminan BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan.
Namun kenyataannya, para petugas keamanan di lapangan mengaku menerima gaji di bawah standar UMR. “Gaji mereka di bawah UMR. Tetapi dalam RAB sesuai. Kemana larinya hak Satpam itu?” kata Budi heran.
Temuan ini mengindikasikan adanya ketidaksesuaian antara dokumen anggaran dan realisasi di lapangan, yang dapat berujung pada dugaan penyelewengan dana perusahaan.
Budi juga menyoroti dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum dalam proyek tersebut. “Ada dugaan lagi yang mencengangkan, bahwa Dirut bersama oknum polisi berkolusi dalam proyek ini. Makanya kita akan dalami terus dan siap menggelar aksi menuntut transparansi,” ujarnya menegaskan. ***







